Sabtu, 22 September 2012

Askep Hiperbilirubin


ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBL DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA


HIPERBILIRUBINEMIA
 Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik.Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar
akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Heperbilirubinemia adalah : peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang ditunjukan dengan ikterik ..

B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.



C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Etiologi :
Beberapa penyebabb hiperbilirubin pada bayi BBL adalah :
1. Faktor fisiologik / prematuritas
2. Berhubungan dengan air susu ibu
3. Meningkatnya produksi bilirubin / hemolitik,
4. Ketidak mampuan hepar liver untuk mensekresi bilirubin conjugata/ deficiensi ensim dan obstruksi duktus biliaris
5. Campuran antara meningkatnya produksi dan menurunnya ekskresi / sepsis
6. Adanya penyalit / hipothiroidism, galaktosemia, bayi dengan ibu DM.
7. Predisposisi Genetik untuk meningkatkan produksi.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

E. Tanda dan Gejala
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang
kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

Langkah-langkah penggunaan phototrafi :
  1. Lampu yang dipakai tidak lebih dari 5 jam
  2. pakaian baju dibuka
  3. kedua mata ditutup yang dapat memantulkan cahaya
  4. kemaluan ditutup
  5. posisi diatur
  6. posisi bayi  diubah tiap 8 jam
  7. pengeluaran diukur
  8. hidrasi pada bayi diperhatikan
  9. lamanya bayi disinar dicatat

Penatalaksaan medis :
-          golongan darah
-          pemberrian obat
-          pemberian nutrisi dan kalori dan sesuai kebutuhan BBL
-          mengeluarkan bilirubin secara mekanik


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
 a. Riwayat Kehamilan
     Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus
    ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu 
    partus.
 b Riwayat Persalinan
     Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma
     persalinan, hipoxin dan aspixin
c.  Riwayat Post natal
     Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d.  Riwayat Kesehatan Keluarga
     Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati
     (hepatitis )
e.  Riwayat Pikososial
    Kurangnya kasih saying karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f.  Pengetahuan Keluarga
    Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu Þ bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari

a. Nutrisi
   Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah ) sehingga BB bayi
   mengalami penurunan.
b. Eliminasi
   Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna     
   pucat
c. Istirahat
   Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
   Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah  terusik.
e. Personal hygiene
  Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
   Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi) Reflek hisap
   pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ) Hidrasi bayi 
   mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi 
   syndrome, sclera mara kuning ( kadang –kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan 
   warna urine dan feses.

Diagnosa Keperawatan
DP 1 : Resti kekurangan volume cairan b.d indikasi fhototrafi
Data penunjang :
Data Subjektif :
Ibu pasien mengatakan anaknya sedikit minum ASI,Pucat. Dan malas minum

Data Objektif :
Keringat bayi berlebih dan malas minum tampak lemah,BB menurun

Hiperbilirubinemia
Indikasi phototrapi
Sinar dengan intensitas ↑
Evaporasi ↑ (penguapan)
Keringat berlebih
Resti kekurangan vol. cairan berlebih

Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi :
- Catat jumlah dan kualitas feses
- pantau turgor kulit
- pantau intake output
- beri air diantara menyusui atau memberi botol.


DP 2 : Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan icterus fhototerafi
Data penunjang :
Data Subyektif :
Ibu pasien mengatakan kulit bayi berubah menjadi kuning

Data Objektif : :
Kulit dan sclera mata  kuning, diare, kulit kemerahan,konsentrasi urin pekat,kulit mengelupas.Kadar bilirubin meningkat.
Kriteria hasil :
- Kadar bilirubin dalam batas normal
- Kulit tidak berwarna kuning
- Daya isap bayi meningkat
- Pola BAB dan BAK normal
Gangguan konjuksi bilirubin
Bilirubin indirek ↑
Hiperbilirubin
Gangguan intergritas icterus pada kulit,sclera,
Dan sel tubuh




Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi
1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4–8 jam
2. Monitor keadaan bilirubin direks dan indireks, laporkan pada Data Obyektifkter  jika ada
    kelainan
3. Ubah posisi miring atau tengkurap.
    Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan massage dan
    monitor keadaan kulit.
4. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit
5. Pemeriksaan lab (Bilirubin )

DP 3 : Kecemasan b.d perubahan status kesehatan
Data penunjang :
Data Subjektif :
Ibu pasien mengatakan cemas terhadap kondisi anaknya

Data Objektif :
-          Sclera mata bewarna kuning
-          Bayi tampak lemas
-          Perut tampak sedikit membuncit

Gangguan konjugasi bilirubin
Bilirubin indirek ↑
Hiperbilirubinemia
Icterus pada kulit mukosa,kuku
Kecemasan pada keluarga

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
- Kaji pengetahuan keluarga klien
- beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning
- proses terapi dan perawatannya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.









Daftar Pustaka




http://nursingart.blogspot.com/2008/08/askep-anak-dengan-hiperbilirubinemia.html

2 komentar: