Sabtu, 22 September 2012

askep pneumonia

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Ngastia, 1997). Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikro-organisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Elisabet J. Corwin, 2000). Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. (Marylinn Doenges, 2000). Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi penderita pneumonia pada balita dan anak yang dirawat inap selama tahun 2002 sebesar 15,86% atau 158 kasus per 1000 orang penderita. Berdasarkan umur didapatkan penderita pneumonia yang berumur lahir sampai 12 tahun, proporsi tertinggi didapatkan pada kelompok umur lahir sampai lebih kecil dari 1 bulan dan berumur 1 bulan yaitu masing-masing sebanyak 12 orang (11,77%), jenis kelamin banyak pada laki-laki sebanyak 56 orang (54,9%), dari segi agama, banyak penderita yang beragama Islam sebanyak 100 orang (98,03%), tingkat pendidikan SD sebanyak 13 orang (12,74%) dan pekerjaan orang tua swasta sebanyak 36 orang (35,30%). Dari penelitian juga didapatkan beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Dari 102 orang penderita pneumonia, faktor risiko tertinggi ditemukan pada penderita malnutrisi sebanyak 88 orang (86,27%), diikuti dengan common cold sebanyak 80 orang (78,43%), anemia sebanyak 61 orang (59,8%), terapi imunosupresif dan alergi masing-masing sebanyak 2 orang (1,96 %), aspirasi sebanyak 1 orang (0,98%) kemudian penyakit kronis. Penyuluhan dari tenaga medis mengenai penyakit penumonia sangat diperlukan sehingga orang tua khususnya orang tua penderita dapat mengetahui lebih dini gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit pneumonia sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi yang disebabkan oleh penumonia. Peran perawat dalam proses penyembuhan bagi pasien sangat dibutuhkan, misalnya perawat perlu meningkatkan kerjasama dengan klien dan keluarga klien untuk menentukan rencana keperawatan serta dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien, perawat juga lebih memfokuskan pada masalah dan diagnosa keperawatan berdasarkan yang paling prioritas dalam mengatasi masalah klien. Sehubungan dengan keterbatasan waktu, pengalaman, pengetahuan dan keterbatasan sumber yang penulis alami, maka penulis memfokuskan pada Asuhan Keperawatan pada klien An. “T” dengan Gangguan Sistem Pernapasan ; Pneumonia yang dirawat di Pavilyun Clara RS Myria pada tanggal 24 November 2009 

B. Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah : 1. Tujuan Umum : Agar penulis dapat menuangkan dan mempraktekan langsung teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan sistem Pernapasan ; Pneumonia. 2. Tujuan Khusus : Penulis mampu : a. Mengkaji klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan ; Pneumonia. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan ; Pneumonia. c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Pernapasan ; Pneumonia. d. Mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan ; Pneumonia. e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan pada klien dengan gangguan Pernapasan ; Pneumonia. 
 C. Ruang Lingkup Penulisan 
Sehubungan dengan keterbatasan waktu, pengalaman, pengetahuan dan keterbatasan sumber yang penulis alami, maka penulis memfokuskan pada Asuhan Keperawatan pada klien An. “T” dengan Gangguan Sistem Pernapasan ; Pneumonia yang dirawat di Pavilyun Clara RS Myria pada tanggal 24 November 2009. 
D. Metode Penulisan 
1. Wawancara Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada pasien dan keluarga 2. Metode Pemeriksaan Penulisan melakukan pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk melengkapi data 3. Observasi Melakukan pengamatan langsung pada pasien yang sedang dirawat di RS.Myria Palembang selama 1 hari. 4. Studi Dokumentasi Melengkapi data melalui status kesehatan pasien, catatan keperawatan data medik dan data penunjang. 
E. Sistematika Penulisan 
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari : Latar Belakang, Metode Penulisan, Sistematika penulisan BAB II : LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Medik : Pengertian, Anatomi Fisiologi, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan, Discharge Planning, Patoflow Diagram. B. Konsep Dasar Keperawatan Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan, Evaluasi Keperawatan. BAB III : TINJAUAN KASUS A. Pengkajian B. Daftar Obat yang diberikan C. Analisa Data D. Diagnosa Keperawatan E. Rencana Keperawatan F. Pelaksanaan Keperawatan G. Evaluasi Keperawatan BAB IV : PEMBAHASAN A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Rencana Keperawatan D. Pelaksanaan Keperawatan E. Evaluasi Keperawatan BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR MEDIK 1. Pengertian Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Ngastia, 1997) Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikro-organisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Elisabet J. Corwin, 2000) Pneumonia adalh inflamasi parenkim paru biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. (Marylinn Doenges, 2000) Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada anak. (Suriadi, S. Kp dan Rita Yuliani, S. Kp, 2001) Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi saluran pernapasan bawah, yang melibatkan [arenkim paru-paru, termasuk alveoli dan strukltur pendukungnya. (Charlene J. Reeves, 2001) Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. (Cecily L. Betz, 2002). 2. Anatomi Fisiologi. Pengertian Pernafasan Pernafasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Pernafasan paru-paru Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah , O2 menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Guna pernafasan : 1. Mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran. 2. Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh). 3. Menghangatkan dan melembabkan udara. Pernafasan dalam keadaan normal Orang dewasa : 16 – 18 x/mnt Anak-Anak kira-kira : 24 x/ mnt Bayi kira-kira : 30 x/ mnt a. Organ-organ pernafasan 1. Organ saluran pernafasan atas - Hidung Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh sekat hidung (septum oli) di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yagn masuk ke dalam lubang hidung. - Faring Merupakan tempat persimpangan antara janaln nafas dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar teng korak, di belakang ronga hidung dan mulut sebelah depan rusa tulang leher. Faring dibagi tiga bagian :  Bagian atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nesofaring  Bagian tengah yang sama tingginya denan istmus fausium disebut orofaring.  Bagian bawah sekat, dinamakan langiofaring. - Laring Merupakan saluran pendek yang menghubugnkan faring dan trakea, dan bertindak sebagai pembentukan suara. 2. Organ saluran pernafasan bawah - Trakhea Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang trakhea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. - Bronkhial dan alveoli Ujung distal trachea membagi menjadi bronki primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakea dan alveoli. Alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam paru-paru, fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah. - Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa-alveoli). Gelembung-gelembung alveolir ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan kanan). Kapasitas paru-paru :  Kapasitas total: Jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspiasi sedalam-dalamnya.  Kapasitas vital: Jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. - Toraks Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan penting dalam pernafasan, karena bentuk elips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya tulang belakang. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan ekspirasi. Bagian paru-paru : • Pleura adalah bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin atau pleura. • Mediastinum adalah bagian dinding yang membagi rongga toraks menjadi 2 bagian • Lobus adalah bagian paru-paru dibagi menjadi lobus kiri terdiri atas lobus bawah dan atas tengah dan bawah • Bronkus dan bronkiolus terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Brokiolus adalah percabangan dari bronkus • Alveoli paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli yang tersusun dalam kloster antara 15-20 alveoli b. Fisiologi Pernafasan Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Inspirasi adalah ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea. Ekspirasi adalah ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula. 3. Klasifikasi. Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia dan pola resistensi antimicrobial maka harus diingat akan klasifikasih berikut ini. a. Comumunity-acquired pneumonia Dimulai sebagai penyakit opernapasan umum dan bias berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia streptococcal merupakan organism penyebab umum. Tipe pneumonia ini menimpa kalangan anak-anak atau orangtua. b. Hospital-acquired pneumonia. Dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organism seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan bekteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia. c. Lobar dan bronchopneumonia Dikatagorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organism, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja. d. Pneumonia viral, bacterial, dan fungal Dikategorikan berdasarkan pada-pada agen penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organism perusak. 4. Etiologi. Pneumonia disebabkan oleh: a. Virus b. Bakteri c. Mycoplasma dan aspirasi benda asing. 5. Patofisiologi., Pneumonia disebabkan oleh virus pathogen yang masuk dalam tubuh melalui aspirasi, inhalasi atau penyebaran sirkulasi. Pneumonia terutama disebabkan oleh bakteri. Pneumonia terutama disebabkan oleh bakteri. Pneumonia inhalasi disebarkan melalui droplet batuk dan bersin. Terjadi gangguan pada terminal jalan napas dan alveoli oleh mikroorganisme pathogen yaitu virus dan staphylococcus aurens H.Influenzue dan streptococcus pneumonae bakteri . Bakteri dan virus ini terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel lobus. Terjadinya dektruksi sel dengan menanggalkan debris celuler kedalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas. Pada anak kondisi ini dapat akut dan kronik missal: AIDS,Cystic fibrosis , aspirasi benda asing dan congenital yang meningkatkan risiko pneumonia. 6. Manifestasi Klinik. Tanda-tanda klinis yaitu: a. Batuk disertai dahak b. Dispnea c. Takipnea d. Sianosis e. Melemahnya suara napas f. Retraksi dinding toraks g. Napas cuping hidung h. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di dekatnya) i. Batuk paroksimal mirip perfusis (umum terjadi pada anak yang lebih kecil). 7. Komplikasi • Gangguan pertukaran pertukaran gas • Obtruksi jalan nafas • Gagal pernapasan (pleural effusion ) 8. Pemeriksaan Diagnostik a. Kajian foto thoraks: digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru) b. Nilai analisa gas darah untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan oksigenasi. c. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis. Digunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi, proses inflamasi. d. Perawarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba. e. Tes kulit untuk tuberculin menesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak berespon terhadap pengobatan. f. Jumlah leukosit, leukositosis pada pneumonia bacterial. g. Tes fungsi paru digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya penyakit, dan membantu mendiagnosis keadaan h. Spirometri static digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi. i. Kultur darah specimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus dan bakteri. j. Kultur cairan pleura, specimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus. k. Bronkoskopi digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari pohon trakeobronkial: jaringan yang diambil untuk uji diagnostic, secara terapeutik digunakan untuk menetapakan dan mengangkat benda asing. l. Biopsy paru, selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian diagnostic. 9. Penatalaksanaan. a. Istirahat b. Berikan oksigen, fisioterapi dada dan cairan intravena. c. Pemberian antibiotic terutama untuk pneumonia bakterialis. d. Pengobatan supurative bila virus pneumonia. e. Bila kondisi berat harus dirawat. B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian keperawatan a. Aktifitas dan istirahat Gejala : kelemahan kelelahan ,imsonia Tanda : letargi , penurunan toleransi terhadap aktivitas b. Sirkulasi Gejala : riwayat adanya GJK kronis Tanda : takikardi penampilan kemeraha atau pucat c. Integritas ego Gejala : banyak stressor, masalah financial d. Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan , mual/muntah ,riwayat diabetes mellitus Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor kulit Jelek , malnutrisi. e. Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza) Tanda : perubahan mental f. Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala , nyeri dada akan meningkat oleh batuk , mialgia, atralgia. Tanda : melindungi area yang sakit g. Penapasan Gejala : riwayat adanya ISK kronik , PPOM, merokok sigaret,takipnea, dispnea progresif, pernapasan dankal, penggunaan otot aksesori, pelebalan nasal. Tanda : sputum : merah muda, berkarat atau purulen . Perkusi : pekak diatas konsolidasi Fremitus : taktil vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi gesekan friksi pleural Bunyi nafas : menurun , atau tak ada diatas area yang terlibat atau nafas bronchial. Warna ; pucat atau sianosis h. Keamanan Gejala : riwayat gangguan system imun, missal: SLE,AIDS,penggunaan seteroid, atau kemoterapi,ketidakmampuan umum. Tanda ; berkeringat , menggigil berulang , gemetar, 2. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan memberan alveolar kapiler c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen . e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder dan proses infeksi f. Resiko kekuranan volume cairan berhubungan dengan kehilanan cairan berlebihan g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi 3. Rencana Keperawatan DP 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial Tujuan: menunjukan jalan nafas paten ,dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dspnea. Intervensi ; 1. Kaji frekunsi dan kedalam pernapasandan gerakan dada Rasional ; takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada. 2. Auskultasi area paru catat penurunan aliran udara dan bunyi nafas mis; mengi,krekels. Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolodasi dengan cairan krekels dan mengi dapat terdengar saat inspirasi atau ekpirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan skret kental dan spasme jalan nafas. 3. Bantu pasien latihan batuk efektif , latihan nafas sering. Rasional ; nafas dalam memudahkan ekpansi maksimum paru dan jalan nafas lebih kecil. 4. Penghisapan sesuai indikasi Rasional ; merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanaik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif. 5. Berikn cairan sedikitnya 2500 ml/hari Rasional : cairan memobilisasi dan mengeluarkan skret DP 2; Gangguan pertukaran gas berhubungan degan perubahan memberan alveolar kapiler Tujuan : menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentan normal dan tidak ada gejala distress pernapasan Intervensi . 1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas Rasional: Manifestasi distress pernapasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2. Observasi warna kulit, catat adanya sianosis perifer atau sentral Rasional: Sianosis kuku menunjukan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam. 3. Awasi frekuensi jantung/irama Rasional: Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi 4. Awasi suhu sesuai indikasi Rasional: Demam tinggi (pneumonia bacterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan oksigen serta mengganggu oksigenasi seluler. 5. Kaji status mental Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung dan samnolen dapat menunjukan hipoksemia/penurunan oksigenasi cerebral 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen Rasional: Membantu mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg DP 3 ; Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru Tuijan ; menyatakan nyeri terkontrol hingga hilang Intervensi 1. Tentukan krateristik nyeri , selidiki perubahan karakter dan lokasi nyeri. Rasional ; nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia. 2. Pantau tanda-tanda vital Rasional ;perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri. 3. Berikan tindakan nyaman,mis: pijatan punggung, perubahan posisi, dan latihan relaksasi. Rasional ; dapat menghilangkan ketidaknyaman , dan memperbesar efek pengbatan analgesic. 4. Kolaborasi dalam pemberian analgesic. Rasional ; menekan batuk non produktif dan meningkatkan kenyamanan DP 4 ; Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Tujuan : menunjukan peningkatan ktivitasdan TTV dalam batas normal. Intervensi 1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Rasional ; menetapkan kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2. Kaji Tanda-tanda vital. Rasional ; mengtahui keadaan umum pasien 3. Berikan lingkungan yang tenang. Rasional ; membantu menurunkan stress dan meningkatkan istiraht 4. Bantu pasien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur Rasional ; pasien munkin lebih nyaman pada posisi kepala lebih tinggi 5. Bantu aktivitas perawatan diri pasien yang diberikan Rasional ; Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen DP 5: Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder dan proses infeksi. Tujuan ; Menujukan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan berat badan. Intervensi; 1. Identifikasi factor yang menybabkan mual muntah seputum banyak,disnea berat dan nyeri. Rasional ; pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah 2. Berikan wadah tertutup untuk seputum dan buang sesering mungkin . Rasional : menghilangkan tanda bahaya , rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual . 3. Auskultasi bunyi usus,observasi /palpasi distensi abdomen Rasional : bunyi usus mungkin menurun/tak ada bila infeksi berat . 4. Berikan makan porsi kecildan sering termasuk makanan kering , atau makanan kesukaan pasien . Rasional ; dapat membantu meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali. 5. Evaluasi setatusnutrisi umum pasien . Rasional : adanya kondisi kronis dapat menyebabkan /menimbulkan malnutrisi. DP 6: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengn kehilanan cairan berlebihan Tujuan ; memungkinkan keseimbangan cairan , dan tanda vital dalam batas normal. Intervensi ; 1. Kaji perubahan tanda vital,mis;peningkatan suhu, takikardi dan hipotensi ortostastik Rasional ; peningkatan ssuhu dapat meningkatkan laju metabolikdan kehilangan cairan lewat evaporasi. 2. Kaji turgor kulit dan kelembaban memberan mukosa. Rasional ; indicator langsung keadekuatan volume cairan 3. Catat laporan mual muntah Rasional ; adanya gejala ini menurunkan masukan oral . 4. Pantau masukan dan haluaran ,catat warna , karateristik urine. Rasional ; memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian. 5. Tekankkan cairan sedikitnya 2500ml/hariatau sesuai kondisi individual Rasional;pemenuhan kebutuhan dasar cairan ,menurunka resiko dehidrasi. 6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena sesuai keperluan Rasional ; memperbaiki dan mencegah kekuranngan cairan DP 7: Kurang pengetahuan berhubunan dengan kesalahan interpretasi Tujuan: menunjukan pemahaman proses penyakit. Intervensi : 1. Kaji fungsi normal paru , patologi kondisi Rasional ; meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting dalam dalam program pengbatan 2. Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit,lamanya penyembuhan , dan harapan kesembuhan Rasional ; informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebih,. 3. Berikan informasi dalam bentuk tertulis atau verbal Rasional ; kelemahan dan depresi dapatmempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi . 4. Tekankan pentingnya melanjutka batuk efektif/latihan pernapasan Rasional ; selama 6-8 minggu setelah pulang , pasien beresiko besar untuk kambuh lagi. 5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan mis; istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik. Rasional ; meningkatkan pertahanan imunitas , membatasi terpajan oleh pathogen . 6. Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi da intervensi medik,dan vaksin dengan tepat. Rasional ; Dapat mencegah kambuhnya pneumonia. 7. Identifikasi tanda gejala yang memerlukan pelaporan , mis: nyeri dada, dipsnea, kehilangan berat badan . Rasional ; upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi. 4. Pelaksanaan Keperawatan Pelaksanaan keperawatan adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun . pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanan keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan opasien secara optimal. 5. Evaluasi Keperawatan a. Menunjukan jalan nafas paten ,dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dspnea. b. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentan normal dan tidak ada gejala distress pernapasan. c. Menyatakan nyeri terkontrol hingga hilang. d. Menunjukan peningkatan ktivitasdan TTV dalam batas normal. e. Menujukan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan berat badan f. Memungkinkan keseimbangan cairan , dan tanda vital dalam batas normal. g. Menunjukan pemahaman proses penyakit 6. Discharge planning a. Kaji kemampuan klien untuk melanjutkan terapi di rumah b. Instruksikan klien dan keluarga tentang prosedur pengendalian infeksi c. Ajarkan dan gunakan tindak kewaspadaan universal terhadap cairan tubuh, termasuk sputum d. Peragakan dan tekankan tehnik pencucian tangan yang baik e. Instruksikan untuk menutup mulut ketika batuk, gunakan tisue sekali pakai jika tersedia, letakkan dalam kantung kertas dan buang f. Intruksikan untuk batuk efektif setiap ada dahaknya ketika batuk.s DAFTAR PUSTAKA Betz, Ceciliy L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC Corwin, Elisabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Dongoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Rab, Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates Reeves, Charlene. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-zulfadli-2038-balita (diakses tanggal 6 Desember 2009)

Askep Hiperbilirubin


ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBL DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA


HIPERBILIRUBINEMIA
 Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik.Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar
akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Heperbilirubinemia adalah : peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang ditunjukan dengan ikterik ..

B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.



C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Etiologi :
Beberapa penyebabb hiperbilirubin pada bayi BBL adalah :
1. Faktor fisiologik / prematuritas
2. Berhubungan dengan air susu ibu
3. Meningkatnya produksi bilirubin / hemolitik,
4. Ketidak mampuan hepar liver untuk mensekresi bilirubin conjugata/ deficiensi ensim dan obstruksi duktus biliaris
5. Campuran antara meningkatnya produksi dan menurunnya ekskresi / sepsis
6. Adanya penyalit / hipothiroidism, galaktosemia, bayi dengan ibu DM.
7. Predisposisi Genetik untuk meningkatkan produksi.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.

E. Tanda dan Gejala
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang
kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

Langkah-langkah penggunaan phototrafi :
  1. Lampu yang dipakai tidak lebih dari 5 jam
  2. pakaian baju dibuka
  3. kedua mata ditutup yang dapat memantulkan cahaya
  4. kemaluan ditutup
  5. posisi diatur
  6. posisi bayi  diubah tiap 8 jam
  7. pengeluaran diukur
  8. hidrasi pada bayi diperhatikan
  9. lamanya bayi disinar dicatat

Penatalaksaan medis :
-          golongan darah
-          pemberrian obat
-          pemberian nutrisi dan kalori dan sesuai kebutuhan BBL
-          mengeluarkan bilirubin secara mekanik


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
 a. Riwayat Kehamilan
     Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus
    ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu 
    partus.
 b Riwayat Persalinan
     Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma
     persalinan, hipoxin dan aspixin
c.  Riwayat Post natal
     Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d.  Riwayat Kesehatan Keluarga
     Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati
     (hepatitis )
e.  Riwayat Pikososial
    Kurangnya kasih saying karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f.  Pengetahuan Keluarga
    Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu Þ bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari

a. Nutrisi
   Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah ) sehingga BB bayi
   mengalami penurunan.
b. Eliminasi
   Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna     
   pucat
c. Istirahat
   Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
   Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah  terusik.
e. Personal hygiene
  Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
   Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi) Reflek hisap
   pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ) Hidrasi bayi 
   mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi 
   syndrome, sclera mara kuning ( kadang –kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan 
   warna urine dan feses.

Diagnosa Keperawatan
DP 1 : Resti kekurangan volume cairan b.d indikasi fhototrafi
Data penunjang :
Data Subjektif :
Ibu pasien mengatakan anaknya sedikit minum ASI,Pucat. Dan malas minum

Data Objektif :
Keringat bayi berlebih dan malas minum tampak lemah,BB menurun

Hiperbilirubinemia
Indikasi phototrapi
Sinar dengan intensitas ↑
Evaporasi ↑ (penguapan)
Keringat berlebih
Resti kekurangan vol. cairan berlebih

Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi :
- Catat jumlah dan kualitas feses
- pantau turgor kulit
- pantau intake output
- beri air diantara menyusui atau memberi botol.


DP 2 : Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan icterus fhototerafi
Data penunjang :
Data Subyektif :
Ibu pasien mengatakan kulit bayi berubah menjadi kuning

Data Objektif : :
Kulit dan sclera mata  kuning, diare, kulit kemerahan,konsentrasi urin pekat,kulit mengelupas.Kadar bilirubin meningkat.
Kriteria hasil :
- Kadar bilirubin dalam batas normal
- Kulit tidak berwarna kuning
- Daya isap bayi meningkat
- Pola BAB dan BAK normal
Gangguan konjuksi bilirubin
Bilirubin indirek ↑
Hiperbilirubin
Gangguan intergritas icterus pada kulit,sclera,
Dan sel tubuh




Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi
1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4–8 jam
2. Monitor keadaan bilirubin direks dan indireks, laporkan pada Data Obyektifkter  jika ada
    kelainan
3. Ubah posisi miring atau tengkurap.
    Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan massage dan
    monitor keadaan kulit.
4. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit
5. Pemeriksaan lab (Bilirubin )

DP 3 : Kecemasan b.d perubahan status kesehatan
Data penunjang :
Data Subjektif :
Ibu pasien mengatakan cemas terhadap kondisi anaknya

Data Objektif :
-          Sclera mata bewarna kuning
-          Bayi tampak lemas
-          Perut tampak sedikit membuncit

Gangguan konjugasi bilirubin
Bilirubin indirek ↑
Hiperbilirubinemia
Icterus pada kulit mukosa,kuku
Kecemasan pada keluarga

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
- Kaji pengetahuan keluarga klien
- beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning
- proses terapi dan perawatannya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.









Daftar Pustaka




http://nursingart.blogspot.com/2008/08/askep-anak-dengan-hiperbilirubinemia.html